Mungkin ada
beberapa momy yang mengalami hal sama
seperti saya. Ibunya pulang dengan sedikit tenaga yang diniatkan untuk nemenin
anak-anak bermain itu pun nyambi nyuci baju yang sudah menggunung. Belum lagi
cucian piring pagi tadi yang tidak sempat di bersihkan saat menyiapkan sarapan.
Sementara
anak-anak aktif bermain dengan tenaga yang kian malam kian full, entah
kapan mereka sempat me re-charge energinya. “Help me!” teriak
saya. Supaya kegiatan ngasuh dan beres-beres berjalan lancar, biasanya saya meminta
bantuan ayahnya dan pengasuh setia TV Chanel khusus anak-anak. Maklum TV
lokal sekarang perlu bimbingan orang tua yang artinya saya juga harus ikut stand
by depan tv.
Namun
ternyata berlama-lama di depan televisi tidak baik bagi konsentrasi anak
meskipun tayangan yang disuguhkan sangat edukatif. Konon katanya interaksi yang
maksimal harus terjadi dua arah sementara televisi hanya terjadi satu arah.
Huft… Tarik nafas dalam-dalam ubah gaya parenting lagi.
Kemudian atur
strategi ijinkan anak-anak bermain dengan benda yang mereka inginkan tanpa
mengabaikan ke amanan lingkungan. Biarkan naluri mereka berekplor walaupun
bikin kepala cenat cenut melihat seisi rumah bertebaran dimana-mana. Tapi cukup
membuat kakak adik ini mengabaikan acara televisi yang tetap menyala sejak kami
datang.
Butuh trik agar
tv yang menyala dimatikan secara suka rela tanpa diprotes. Biasanya kedua anak
saya akan mengikuti apa yang di lakukan kedua orang tuanya. Ngintil di belakang
ibu atau ayahnya. Pun saat saya beres-beres.
“Boleh Nazwa bantu?”, seru
kakak.
Di tambah
adik yang kepo (kata anak muda jaman sekarang) pada kakak. Padahal tak ada satu
pekerjaan rumah yang benar-benar mereka bantu, alasan yang selalu di lontarkan
hanya untuk sekedar bisa main air ketika sedang mencuci piring atau
ngobok-ngobok air sabun pada mesin cuci.
Nah..
biasanya saya ambil buku cerita “siapa yang mau di bacaain buku cerita?”,ajak
saya. Nazwa (6 tahun) dan Nizar (2 tahun) sangat senang jika di bacakan buku
cerita. Walaupun kakak sudah bisa baca tulis namun baginya dibaca kan lebih
seru. Menurutnya dapat membayangkan dan merasakan kondisi yang ada dalam cerita
jika dibacakan. Perlahan saya meminta anak-anak mematikan televisi, dengan
senang hati televisi di matikan.
Ternyata
mengubah kebiasaan itu tidak mudah, meskipun awalnya mendapat perlawanan dari
anak dan ayahnya namun dengan memberi sedikit pengertian dan konsisten
menjalankannya kita pasti bisa. Anak-anak bukan hanya perlu di ajari tapi
mereka juga tempat kita belajar. Belajar bersabar, barsabar menanti ibu dan
ayahnya pulang untuk bermain. Belajar berpikir dan berbuat positif karena anak
kita tidak di karuniai rasa putus asa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar